Wednesday, March 18, 2015

Sosialisasikan RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

(Jakarta, 12/3) Kementerian PPN/ Bappenas menyelenggarakan Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, yang bertujuan untuk menyebarluaskan dokumen perencanaan lima tahun ke depan kepada stakeholders, untuk mewujudkan kesepahaman di bidang tata ruang dan pertanahan, serta dapat mendukung implementasi kebijakannya. Adapun peserta acara tersebut adalah perwakilan Komisi II DPR RI dan 12 Kementerian/Lembaga (K/L).
“Perpres No. 2 Tahun 2015 yang telah ditandatangani tanggal 8 Januari 2015, merupakan acuan bagi kita semua, bukan hanya bagi pemerintah. RPJMN tahun 2015-2019 menjadi acuan penyusunan dan penyesuaian hal-hal yang signifikan bagi RPJMD, RKP, dan Renstra K/L,” ungkap Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas, Oswar Muadzin Mungkasa.
Arahan RPJMN Tahun 2015-2019 untuk bidang tata ruang adalah memantapkan kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia, serta menyediakan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang.
“Persoalan tata ruang sekarang ini adalah implementasi yang tidak berjalan. Stakeholders tidak melaksanakan perencanaan yang sudah dirumuskan. Harus ada harmonisasi dan networking antar institusi dan antar peraturan perundang-undangan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Herman Haeruman, Js.Mf., Pakar Perencanaan Regional dan Studi Lingkungan.
Hal yang tidak kalah penting untuk  diperhatikan adalah pembangunan ruang tidak boleh hanya didominasi market-driven, tetapi harus memperhatikan aspek ekologi dan keberlanjutannya, serta aspek sosialnya (social acceptability).
Perencanaan tata ruang pada hakikatnya, menurut beliau, memberikan jaminan bagi publik akan tersedianya ruang tetap untuk jangka panjang. Misalnya, ruang pasar yang ada saat ini akan tetap ada dan berfungsi untuk 50 tahun ke depan.
Sementara itu, Budi Mulyanto, Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat BPN, mengatakan yang diperlukan dalam perencanaan tata ruang adalah pengelolaan sumber daya alam, bukan hanya tentang tanah dan ruang saja. Oleh karena itu, harus ada kesepahaman tentang tanah, air, udara, dan tambang. Nomenklatur yang tepat akan berdampak pada peraturan perundang-undangan dari masing-masing sektor terkait tata ruang dan pertanahan yang harmonis.
Adapun arah kebijakan untuk bidang tata ruang ada empat. Pertama, meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif dan harmonis. Kedua, meningkatkan pembinaan kelembagaan penataan ruang. Ketiga, meningkatkan kualitas pelaksanaan pena-taan ruang. Keempat, melak-sanakan evaluasi penyelenggaraan penataan ruang, melalui pemantauan dan evaluasi yang terukur.
Sementara, arah kebijakan untuk bidang pertanahan juga ada empat. Pertama, membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif. Kedua, reforma agraria melalui redistribusi tanah, pemberian tanah dan bantuan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Keempat, pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan.
Beberapa tantangan di bidang tata ruang dan pertanahan, antara lain. Pertama, demografi (struktur demografi nasional dan provinsi, perubahan proporsi pertumbuhan). Kedua, kesenjangan antar-wilayah (dominasi Jawa-Bali dan Sumatera yang masih tinggi). Ketiga, kawasan perkotaan (urbanisasi dan migrasi, penurunan daya dukung). Keempat, kawasan perdesaan (penyediaan pangan nasional, defisit SDM dan lahan). Kelima, pemekaran wilayah (pembentukan daerah otonomi baru tanpa mempertimbangkan sumber daya dan keberlanjutan program). Keenam, lingkungan hidup (penurunan kualitas lingkungan). Ketujuh, kebencanaan (integrasi ke dalam RTR). Kedelapan, kelembagaan (koor-dinasi, sistem informasi, kualitas SDM, penyediaan data, PPNS). Terakhir, pendanaan (insentif untuk penyelenggaraan penataan ruang, integrasi ke dalam rencana pembangunan).*